SENI
ARSITEKTUR DI EROPA PADA ABAD PERTENGAHAN
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abad
pertengahan yang terjadi di benua Eropa di mulai saat jatuhnyaRromawi barat
oleh bangsa Jerman yang kemudian dipersatukan kembali oleh Raja Charlegmane
dari Franka pada abad ke-5 M sampai jatuhnya Konstatinopel di Romawi timur di
abad ke-14 M. setelah Charlegmane berhasil menyatukan kembali bekas daerah
kekuasaan romawi barat, terjadilah simbiosis aneh antara penguasa dengan tahta
suci Roma. Pada masa itu, tidak ada yang bisa menjadi kaisar kecuali di
nobatkan Paulus di Roma (Romawi Barat). Pada abad pertengahan ini, pengaruh
agama Kristen di Benua Eropa sangat dominan dan menancapkan kukuhnya disemua
sektor kehidupan, termasuk pemerintahan. Tidak heran bila ilmu pengetahuan yang
telah berkembang pada abad klasik digantikan oleh dogma-dogma gereja yang
justru mengekang pengetahuan. Bahkan, sains dianggap sebagai ilmu sihir yang
menjauhkan manusia pada uhan.
Tidak
heran bila masa abad pertengahan bisa dikatakan sebagai masa kegelapan bagi
bangsa Eropa atau Benua Eropa. Kebejatan moral diperlihatkan oleh para pemimpin
Roma beserta rakyatnya. Beralihnya sumber pengetahuan Yunani Kuno kepada para
cendikiawan muslim ditenggarai sebagai penyebab mundurnya peradapan Bangsa
Benua Eropa pada masa itu. Di kalangan para sarjana beradar keyakinan bahwa
zaman pertengahan adalah masa-masa yang tidak menguntungkan bagi perkembangan
umat manusia. Banyak penulis yang sebenarnya miskin informasi tentang zaman ini
menggambarkan zaman pertengahan dengan warna yang serba buram. Penggambaran
semacam itu harus tetap dipertanyakan, zaman pertengahan sebenarnya adalah
periode besar yang luar biasa dalam sejarah peradaban. Walau telah terlanjur
disebut Zaman Gelap, Zaman perengahan bukanlah tanpa prestasi yang berarti bagi
perkembangan peradaban Barat. Abad pertengahan di Benua Eropa berakhir pada
saat jatuhnya Konstantinopel di binzantyum (pusat Romawi Timur) sehingga
munculnya monarki-monarki nasional sekitar abad ke-14 M sampai berkembangnya
Renaisans di abad ke 15 M.
1.2
Rumusan Masalah
1. Pengertian
dan perkembangan seni arsitektur di Eropa?
2. Macam-macam
seni arsitektur di Eropa pada abad pertengahan?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
pengertian dan arsitektur arsitektur Eropa.
2. Mengetahui
seni arsitektur di Eropa pada abad pertengahan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan perkembangan arsitektur
Arsitektur adalah suatu penampilan bangunan pada ruang di
atas tanah, yang memiliki fungsi tertentu dan merupakan bentuk dari ekspresi
kehidupan dan aktifitas manusia (Winahyo, 1991 : 5) .Secara formal arsitektur adalah bentuk dari pemenuhan
kebutuhan manusia dalam aktivitas kehidupan dan merupakan fasilitas yang
berfungsi menampung segala kebutuhan manusia secara jasmani dan rohani.
Beberapa pendapat yang berkaitan dengan pengertian mengenai arsitektur pada
prinsipnya menjelaskan menjelaskan bahwa arsitektur terdiri dari aspek-aspek
keindahan, ruang atau teknologi dan jasmani atau humaniora. Menurut
Ensiklopedia Bouwkundige arsitektur adalah mendirikan bangunan dilihat dari
keindahan. Sedangkan menurut Banhart S.L dan Jess Stein arsitektur adalah seni
dalam mendirikan bangunan termasuk di dalamnya segi perencanaan, konstruksi dan
penyelesain dekorasinya. Menurut Van Romondt arsitektur ruang tempat hidup
manusia dengan bahagia.
Di
sekitar tahun 2000 – 1200 sebelum masehi terjadilah pergeseran suku-suku bangsa
di negeri Yunani. Dan di dalam negeri iu timbullah suatu kebudayaan yang
bertaraf tinggi, yang kita pandang atau kagumi sekarang sebagai kebudayaan
klasik, dan sangat penting artinya sebagai pertumbuhan kebudayaan Barat (
Susilo, 2009: 55). Tiada seperti orang-orang Mesir yang cenderung mengarahkan
pandangannya ke alam akhirat, tetapi orang-orang yunani adalah manusia-manusia
yang mengarahkan pandangan hidupnya pada masa sekarang. Akan tetapi keliru
apabila melihat adanya sikap menikmati hidup sekarang di dalam
perwujudan-perwujudan seni Yunani. Nada dasar dari pada kebudayaan Yunani
adalah keharuan yang dalam. Orang Yunani
telah diresapi kesadaran akan tidak langgengnya segala sesuatu. Akan
tetapi di dalam menerima kenyataan yang tidak dapat di sangkal balik itu,
secara heroik mereka menemukan suatu sikap hidup harmonis dan penuh dengan
kegagahan dan ciptaan-ciptaan seninya dapat kita anggap sebagai manifestasi dari
pada sikap hidup tersebut.Watak keseluruhan dari seni Yunani sebenarnya lebih
cenderung plastik dari pada piktural. Jadi kuil-kuil yunani yang merupakan
ciptaan-ciptaan seni bangun yang genial dan sangat mengesankan itu dianggap
sebagai ciptaan yang tertutup serta plastik. Kuil-kuil Yunani tidak menyuruh
yang melihat untuk memasuki bagian dalamnya, tetapi dapat melihat serta
meninjaunya dari segala arah. Kalau pada kuil-kuil Mesir kita menemui
tiang-tiang penyangga atap pada bagian interior. Maka pada kuil-kuil Yunani
tiang-tiang itu ditempatkan pada sisi luar. Dalam garis besarnya perkembangan
kesenian Yunani terbagi atas beberapa periode yaitu : 1. Masa Kreta-Mykene
(tahun 2000-1000 sebelum masehi), 2. Masa Yunani purba (tahun 1100-470 sebelum
masehi), 3. Masa Klasik (tahun 470-330 sebelum masehi).
Pada
masa Hellenisme di bidang kesenian ada kecenderungan membangun bentuk-bentuk
yang bersifat Monumental. Kesenian tidak lagi mengabdi pada kepentingan rakyat,
tetapi harus mengabdi pada kepentingan raja untuk memperbesar kekuasaannya di
mata umum (Boediono : 1997 : 4). Lahir cara pada bentuk yang bersifat kolosal
(besar, monumental dan megah) seperti terlihat pada seni bangunnya dan seni
pahatnya. Mereka tidak lagi memperhatiakan segi kedalam kehidupan batiniah,
tetapi mengutamakan efek luarnya.
Bangsa
Romawi adalah pewaris kebudayaan hellenisme. Selain itu bangsa Romawi juga
bangsa yang berbakat praktis dibandingkan dengan bangsa Yunani yang lebih
berbakat atau bersifat seni. Bakat seniman Romawi itu dibuktikan dengan
membangun bangunan khusus untuk guna yang praktis, tapi tidak terlepas dari
segi keindahan yang mengagumkan. Apabila seniman-seniman yunani menggunakan
material marmer dan batu alam yang ditatah, orang-orang Romawi menggunakan batu
bata dan beton serta mampu menyelesaikan persoalan-persoalan tekhnik konstruksi
yang tak pernah di jumpai pada orang-orang Yunani. Bangunan lengkung-lengkung
(gewelfbouw) yang telah dikenal bangsa Estruria, penggunaannya mengalami
perkembangan yang pesat dalam seni bangun Romawi, karena pengaruh seni
Hellenisme akhir. Akan tetapi kekaguman terhadap seni Yunani mendorong arsitek
Romawiuntuk menggunakan cara konstruksi lain, yakni yang berasal dari tekhnik
penggunaan archtraf Yunani bagi pembuatan hiasan luar dalam mendirikan
bangunan-bangunan lengkung. Dengan demikian ciptaannya menjadi berwatak
analistik. Bangunan lengkungan-lengkungan kemenangan menjadi wujud dari
kecenderungan dari Kaisar Romawi untuk mempertontonkan kemewahan dalam usaha
untuk mengabdikan kehormatan serta kebesaran mereka dalam bentuk lambanga
kemenangan itu.
Orang
sering keliru menyebut bahwa seni Yunani dan Romawi senasar, artinya menganggap
satu keseluruhan dengan pengertian klasik. Kenyataan tersebut berhadapan dengan
dua cabang kebudayaan atau kesenian yang memiliki watak yang banyak berbeda.
Perbedaan itu nampak secara jelas dalam perwujudan-perwujudan karya seni
mereka. Jiwa yunani diarahkan terhadap penyempurnaan kepribadian yang merdeka,
terhadap kehormaan dan keindahan terhadap seni, ilmu, kesusteraan serta
filsafat. Sedangka jiwa Romawi di arahkan terhadap yang lebih praktis, sehingga
memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara mengagumkan.
2.2
Macam Seni Arsitekur di Eropa
Sejarah
merupakan hal yang tak terpisahkan dari kehidupan. Ilmu sejarah merupakan media
komunikasi dengan masa lalu, dimana kebudayaan mulai berkembang. Melalui proses
pembelajaran sejarah, kehidupan dan budaya masa lampau dapat diketahui, baik
proses maupun dampaknya. Didalam arsitektur, sejarah juga memegang peranan
penting dalam menentukan bentukan atau langgam, disamping budaya masyarakatnya.
Karena arsitektur adalah suatu hal yang berkembang dan kadangkala mengalami
suatu siklus, maka sejarah arsitektur perlu dipelajari. Dalam hal ini,
peradaban manusia yang tercatat dalam sejarah, terutama didaratan Eropa dan
sekitarnya mengalami kemajuan luar biasa, dimana seni bangunan dan ilmu
struktur berkembang secara menakjubkan. Seni bangunan ini kemudian disebut
sebagai arsitektur klasik, karena prinsip-prinsip, konsep dan romantika
bangunan pada jaman itu akan tetap abadi.
Salah
satu jenis arsitektur yang menarik disini adalah arsitektur Byzantium, selain
Arsitektur binzantyum juga terdapat jenis arsitektur Gothik yang berkembang
pada abad pertengahan.
1.
Arsitektur Binzantyum
Pada dasarnya seni di zaman ini
merupakan kelanjutan dari seni zaman Yunani. Karena pada mulanya daerah Eropa
Timur yang disebut Byzantium adalah koloni
bangsa Yunani sejak tahun 660
sebelum masehi, yang kemudaian menjadi bagian wilayah kekaisaran Romawi (Lucas,
1993 : 51). Konstantin agung mengundang banyak
seniman ke Byzantium untuk membangun kota yang terletak di persimpangan antara
selat Bosphorus dan laut Mamora. Kota ini kemudian dinamakan atas namanya,
yaitu Konstantinopel, dan pada tahun 330 diresmikan sebagai ibukota Romawi
Timur. Dalam sejarah seni, Bynzantium menduduki posisi yang tinggi. Gaya
arsitektur Byzantium yang bermula pada abad VI ini tumbuh dari berbagai dasar
dan akar kebudayaan.
1.
gaya klasik seni Romawi Hedonis yang tidak berbau keagamaan
2.
budaya pembuatan makam bawah tanah gaya gereja Kristen-Romawi dari abad II –
III
3. banyaknya pembangunan gereja
Kristen kuno di Yunani
Karakter
arsitektur Byzantium yang berawal dari abad kelima hingga saat ini, dicirikan
oleh perkembangan gaya baru dari kubah untuk menutup bidang poligon atau
persegi untuk gereja, makam, dan tempat pembabtisan ( Lucas, 1993 : 53).
Penggunaan sistem kubah untuk konstruksi atap
bertolak belakang dengan gaya Kristiani kuno berupa penopang-penopang kayu dan
juga gaya lengkung batu Romawi. Cita-cita arsitektur Byzantium adalah
mengkonstruksi atap gereja dengan atap kubah, karena kubah dianggap symbol dari
kekuasaan yang Maha Esa. Membangun kubah diatas denah bujur sangkar menimbulkan
kesulitan. Pada arsitektur Romawi juga ditemui kubah, tetapi semua dengan denah
lingkaran. Contoh yang ditiru bangsa Byzantium adalah kubah dari bangsa
Sassanid dari Timur, yang membangun kubah-kubah diatas denah bujursangkar,
walau ukurannya sangat kecil. Bangsa Byzantium kemudian mengembangkan
konstruksi kubah demikian yang dapat mencakup ruang-ruang yang sangat luas,
seperti pada gereja Aya Sophia. Kubah tersebut, yang menjadi tradisional bangsa
Timur, menjadi motif umum asitektur Byzantium, yang merupakan gabungan dari
konstruksi kubah dengan gaya kolumnar klasik. Kubah dengan bermacam-macam
variasi dipakai untuk menutupi denah persegi dengan teknik ‘Pendetives’. Untuk
mengerti bentuk pendetive, dapat dengan meletakkan setengah buah jeruk pada
piring dengan bagian terpotong (yang datar) menghadap piring. Kemudian jeruk
tersebut dipotong pada tiap sisinya secara vertikal dengan ukuran yang sama.
Yang tersisa dari jeruk tersebut kemudian adalah hemisphere yang disebut kubah
pendetive.
Tiap
potongan vertikal itu berbentuk setengah lingkaran, kadangkala setengah
lingkaran tersebut dibangun sebagai lengkung – lengkung struktur yang menyokong
permukaan parabola bagian atas dari kubah. Bila bagian atas jeruk tadi dipotong
secara haorisontal, maka lingkaran yang terjadi, masih berbentuk pendetive, dapat
digunakan sebagai dasar membuat kubah baru, atau bentuk silinder dapat
diletakkan diatas dasaran tersebut untuk menyokong kubah lain yang lebih
tinggi. Kubah dan lengkung Byzantium diperkirakan dibuat tanpa menggunakan penyokong
sementara atau perancahan atau ‘centering’ dengan penggunaan batu bata datar
yang besar, hal ini merupakan sistem yang cukup nyata yang kemungkinan didapat
dari metode Timur. Jendela – jendela disusun pada bagian bawah kubah, yang pada
periode berikutnya dinaikkan letaknya pada ‘drum’ yang tinggi, sebuah
penampilan yang kemudian dikembangkan pada arsitektur Renaissance barat dengan
penambahan peristyle luar. Sekelompok kubah kecil atau semi kubah mengelilingi
kubah pusat yang besar sangat efektif dan menjadi penampilan karakteristik
gereja Byzantium adalah perwujudan dari lengkung dan kubah yang menggantikan
rangka atap kayu. Sistem konstruksi perletakan batu bata, yang diperkenalkan
oleh bangsa Romawi berkembang menjadi semacam pembuatan dinding bata secara
umum, dan hal ini diadopsi untuk membentuk arsitektur Byzantium. Rangka dinding
batu bata terlebih dahulu diselesaikan dan dibiarkan mapan sebelum lapisan
permukaan interior dan lantai marmer dipasang, bagian komponen bangunan yang
berdiri sendiri ini menjadi karakterisik dari konstruksi Byzantium. Dinding
bata bagian luarnya bebas didekorasi dengan bemacam-macam pola dan ikatan,
sementara bagian interiornya biasanya dilapisi atau ditutupi dengan marmer,
mosaic, dan lukisan-lukisan dinding. Penggunaan batu bata yang sama dengan bata
Romawi, sekitar satu setengah inchi tebalnya, dan diletakkan pada lapisan tebal
mortar. Mortar sebagai perekat antara batu bata berupa campuran antara kapur
dan pasir, dengan pecahan tanah liat, keramik atau bata, yang hasilnya sama
kerasnya dengan bangunan terbaik di Roma. Karakter dekoratif permukaan luar
sangat tergantung pada penyusunan batu bata, yang tidak selalu dipasang secara
horisontal, tapi juga terkadang dipasang miring, terkadang juga dalam bentuk
berliku-liku, berkelok-kelok, berbentuk chevron atau pola tulang ikan Herring
dan banyak macam desain sejenisnya lainnya, memberikan variasi pada fasade.
Cara lain yang juga dicoba untuk menghias dinding bata yang kasar adalah dengan
penempelan batu dan lengkung – lengkung dekoratif. Dinding – dinding luar
dilapisi marmer, lengkung – lengkung dan kubah dihias dengan kaca mosaik
berwarna dengan latar belakang keemasan. Gereja Constantinople, Nicaea, dan
Salonica adalah contoh sempurna dari penggunaan dekorasi semacam ini. Tetapi
kecintaan pada dekorasi permukaan tidak berhenti dengan ukurin besar dan
bentukan pita, untuk Byzantine, seperti Roma, kecintaan pada warna hampir sama
besar dengan bentuk, jadi sesuai dengan itu, metode Roma lama tentang selubung
interior bangunan dengan papan dari warna mamer telah membawa menuju puncak
kompleksitas dan kekayaan; dan mosaic kaca, yang telah juga digunakan oleh
Roma, menjadi, perkembangan bentuk tingkat tinggi, metode hebat dari dekorasi
interior pada bagian atas tembok dan samping bawah semua kubah.
Bangunan
– bangunan yang berdiri merupakan puncak prestasi arsitektur Bynzantium. Gaya
bangunan bynzantium tersebar di kawasan Mediterania dan bahkan sampai di Rusia.
Orang-orang Arab juga kemudian mengadopsinya untuk membangun masjid-masjid
mereka. Contohnya adalah bangunan Kubah Batu atau dome of the rock. Dome of The Rock
memiliki bentuk octagonal yang bagian atasnya berupa kubah, Bangunan ini
merupakan bangunan monumental bagi umat Islam yang desainnya yang corak
arsitekturnya tidak terlalu khas bangunan ibadah muslim, selain itu Bentuk denah Dome of The
Rock adalah octagonal (segi delapan). Cirri kas utama seni arsitektur
Bynzantium adalah keserba agungan, yang memberikan efek impresif di atas
segalanya. Figur-figur yang digambarkan dalam mosaic Bynzantium hamper semuanya
berkaitan dengan agama, Contohnya adalah
penyalipan dan kenaikan kristus. Seni Bynzantium pada dasarnya adalah seni
cangkokan. Unsure-unsur diambil dari provinsi-provinsinya, serta negeri-negeri
tetangga. Namun, yang paling dominan adalah pengaruh yunani.
2.
Seni Arsitektur Ghotik
Istilah ghotik mengacu pada seni arsitektur, lukis, dan
pahat. Tiga abad terakhir zaman pertengahan. Istilah ini berasal dari para
penulis akhir abad pertengahan yang lebih menaruh kebudayaan Yunani-Romawi
(Suru,1991 : 49). Mereka menyangka bahwa suku Goth yang barbar telah
menghancurkan kebudayaan klasik dan lalu menciptakan Gothik yang barbar. Dewasa
ini kita tahu bahwa arsitektur Ghotik bukan dari suku Ghot dan juga tidak
bersifat barbar. Arsitektur Ghotik adalah kreasi para para genius abad
pertengahan. Karya seni patung Gothik awal adalah
dari pengaruh agama Kristen, serta lahir dari dinding gereja dan biara. Patung
yang terdapat di chartes chatredral (sekitar tahun 1145) di Perancis merupakan
karya patung awal zaman Gothik. Pengaru arsitektur Ghotik lebih luas dari gaya
Romanesque. Perbedaan utama antara kedua gaya ini adalah bahwa gaya Ghotik
serba lancip, sedangkan gaya Romanesque serba bundar. Menurut arsitek pada masa
itu, dengan memakai lengkungan yang lancip, atap tidak perlu ditinggikan.
Lengkungan gaya Ghotik yang lancip ternyata tidak hanya mengurangi topangan
samping, tetapi juga meringankan bobot atap.
Dengan
menggunakan kubah yang berbentuk kurva memanjang, lengkungan lancip, penyangga
berbentuk empat persegi panjang (pilaster),tiang-tiang, maka atap gereja gaya
Ghotik bisa di buat tinggi menjulang.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada periode ini di
antaranya:
1.
Ketinggian langit-langit yang
jauh melebihi skala manusia, terutama pada gereja-gereja dan katedral.
2.
Bentuk busur yang meruncing,
dikarenakan keinginan untuk menciptakan atap meruncing sebagai ciri arsitektur
vernakular Eropa. Hal ini merupakan tuntutan iklim salju.
3.
Pengembangan bentuk rib
vaults—bentuk kubah yang menyerupai rusuk.
4.
Kolomnya berkembang menjadi
kolom strutural dan non struktural.
5.
Bukaan-bukaan yang lebar,
sehingga arsitektur Gothik identik dengan permainan cahaya di interior.
Permainan cahaya ini bertujuan untuk menambah keagungan dan unsur spiritual.
Timbulnya seni Ghotik adalah akibat dari suatu dorongan daya cipta yang
berakar pada pandangan hidup jamannya, dapat di simpulkan bahwa latar belakang
yang mempengaruhi perkembangan seni Ghotik antara lain : 1. Pertumbuhan kota
yang sehat, 2. Kekuasaan dan pola hidup gereja, 3. Kekuasaan kaum ningrat serta
4. Perkembengan keduniawian baru. Di bidang seni bangun seni Gotik banyak
memiliki sifat-sifat seni bangun Romawi. Misalnya, bagian timur gereja
dilengkapi dengan gereja-gereja kecil yang menonjol dan dapat di
pindah-pindahkan, penggunaan beberapa menara, cara menempatkan tiga buah pintu
di sebelah muka bagian barat, cara membagi atau memisahkan ruang pemakaman
menjadi enam dan beberapa corak lainnya. Arsitektur Gotik merupakan perpaduan
antara tipe-tipe tradisioanal yang luas dengan bentuk-bentuk gubahan abad
pertengahan. Hasilnya serba mewah dan vertikal. Sifatnya menunjukkan kemenangan
ketenangan, intelektual dan keharmonis antara perpaduan dan unsur-unsur
estetika, struktur dan tujuan. Sepanjang masa Gotik, gereja kristen dalam
segala hal bersifat Universal, dan sampai pada masa mencapai puncaknya makin
lama makin mengarah keutara.
Prancis merupakan pusat perkembangan dan penyempurnaan seni gotik di eropa.
Seni Gotik mencapai keharmonisan di Perancis, seperti terlihat dalam
arsitekturnya. Langit-langit lengkung tajam bersilang yang membentuk susunan
motif lingkaran, menjadi dasar sistem
dan struktur seni bangunan Gotik. Pola yang terkenal adalah pola flamboyan.
Semula memakai garis-garis geometrik. Kemudian memakai motif tumbuh-tumbuhan.
Semua ekspresi seni Gonik itu nampak pada seni bangun gereja Gotik di perancis.
Misalnya:
a.
Kathedral
Notre Dame di Chartres
Kathedral merupakan contoh yang paling jelas tentant corak seni Gotik,
karena tidak mengalami perubahan. Nilai tingkat keseniannya dianggap sejajar
dengan kuil Parthenon di Yunani. Di bagian depan dinding sebelah barat terdapat
portal raja (pintu gerbang raja) dan bentuk “thimpanon” dengan hiasan relief
tokoh Kristus dalam “mandorla” berbentuk oval serta-serta figur-figur symbolis yang mengililingnya.
Di bawahnya dipahatkan 12 tokoh
berderet, sedangkan untuk mengisi bagian atasnya (lengkung atas) ditempatkan 24
tokoh lain.
b.
Kathedral
Notre Dame di Paris.
Di bangun di atas pulau kecil ditengah-tengah kota Pasir. Kathedral itu
nampak besar megah dan dramatik. Beberapa bagian gereja itu menunjukkan gaya
Romana dan beberapa bagian lainnya menunjukkan corak Gotik. Ruang tengah lebar
dan ruang samping berganda. Transept sangat sempit. Gegreja tersebut memiliki
banyak patung, tetapi sayang banyak yang rusak pada waktu revolusi Prancis.
c.
Kathedral
Amiens
Gereja itu dari depan nampak mengesankan sekali karena ditempatkan bentuk
jaringan batu dengan pilar-pilar
dinding dan patung-patung portal yang menarik. Hal tersebut
besar pengaruhnya bagi gereja-gereja lainnya. Patung “ Blau Deau” yakni tokoh
Kristis yang dilukiskan sedang mengajar yang ditempatkan di dalam gereja itu
yang menunjukkan gaya klasik.
d.
Kathedral Rhemis
Gereja itu
mengalami beberapa kali perubahan altar ruang tengah, bagian depan serta
menaranya. Bagian luar gereja itu bersifat terbuka dengan pilar-pilar terbang
berganda.
e.
Kathedral St.Denis
Merupakan
gereja biara, dan antara lain menjadi tempat makam raja-raja Perancis. Bentuk
asli gereja tersebut banyak mengalami perubahan. Pada tahun 1240, arsitek Piere
de Montereau membangun sebuah serambi dengan lampu-lampu yang mengarah ke ruang. Penambahan bangunan
serambi semacam itu menyebabkan serambi tersebut menjadi bagian dari dinding
yang berjendela, sehingga ukuran serambi disesuaikan dengan ukuran jendela.
Abad XIII merupakan puncak
perkembangan arsitektur Ghotik. Selama pemerintahan Raja Louis IX (1226-1270)
bermunculah karya-karya besar seperti katedral-katedral di Reims, Amiens,
Paris, Beauvais, dan yang terbagus adalah katedral Sainte Chapelle. Meskipun
arsitektur Ghotik pada mulanya muncul disekitar paris, ini tidak berarti bahwa
gaya ini semata-mata milik prancis. Arsitektur ini tetap di anggap sebagai
hasil dari semangat kreatif kristianitas.
3.
Seni Arsitektur Romanesque
Seni yang
berkembang sekitar tahun 1000 hingga 1200, merupakan kembangkitan kembali
akivitas seni abad pertengahan karena kondisi social dan ekonomi pada abad X
mengalami peningkatan. Gereja-gereja yang dibangun dengan gaya baru di segala
penjuru eropa barat mengingatkan kembali pada basilica-basilika
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari uraian di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa abad pertentengahan yang dianggap sebagai
zaman kegelapan ternyata memiliki peradapan yang sangat memukaudalam hal seni
Arsitektur bangunannya, hal tersebut terlihat dari peninggalan-peninggalan yang
ada di Romawi kususnya, yaitu pada seni Arsitektur Bynzantium. Selain itu
peradapan pertama Arsitektur eropa dimulai dari bangsa Yunani, yang kemudian
menjadi dasar peradapan-peradapan selanjutnya yaitu Helleisme dan Romawi.
3.2
Saran
Saran saya tunjukkan lebih spesifiknya kepada pembaca makalah ini,
agar pembaca lebih memahami seni arsitektur abad pertengahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar