Total Tayangan Halaman

Rabu, 01 Mei 2013

Aneksasi vs Integrasi Papua

tiga kekuatan pengerukan dan penghancuran dinasti Papua. Indonesia? Indonesia ialah agen mereka tiga diatas. Inggris raya keruk dan kuasai Papua Bagian Barat, Freeport AS keruk dan kuasai Papua Bagian Tengah. Lalu Timur Tengah via Binladen Group serbu Papua Bagian Selatan. Imperialisme ada sehingga demikianlah Papua, kolonialisme modern yang lebih canggih ini luput dari perjuangan pemangkasan bentuk bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Tiga garpu, satu sendok dan satu piring, oh kue Papua dibagi sama mereka. Papua hanya objek belaka. Gambar by PNS (Papua National Solidarity).”]13673223441043605727

Tiga garpu [Inggris Raya, AS dan Timur Tengah
Buaya Muara-Sejarah merupakan cermin masa depan suatu bangsa. Papua menilik 1 Mei tahun 1963 sebagai bentuk aneksasi atau pencaplokan wilayah. Pemerintah Indonesia tentu merayakannya sebagai hut gabungnya bumi Papua kedalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada usianya yang ke 50 tahun, gerakan Organisasi Papua memisahkan diri dari Indonesia sudah membuka kantor resmi di hampir lima negara. Belum lagi ratusan dukungan dari oknum maupun lembaga resmi di antar negara kepada pelepasan Papua.
Bicara aneksasi, bukanlah terjadi pada tahun 1963, tetapi sudah dilakukan pasca abad 20 silam. Bagaimana garis batas ditarik, pengepungan orang Papua dari dua kubu koloni pasca itu sudah terjalin hingga fase kehadiran Indonesia. Toh, perjuangan Papua di belahan dunia dan dalam negri Papua sendiri mengumandangkan pencaplokan sebagai bentuk protes atas kehadiran NKRI disini.
Pembenaran atas pencaplokan kemudian menuai simpati. Cacatnya Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) dan pelanggaran HAM sebagai makanan empuk perluasan jaringan pemisahan Papua. Konon, laju kampanye Papua Merdeka pun dibarengi dengan laju kapitalisasi Papua. Ibaratnya ketika Papua merdeka, Sumber Daya Alamnya sudah habis di keruk. Begitu pula peningkatan kampanye pun menambah represi yang meninggi.
Aneksasi Papua
Liga Bangsa Bangsa pada abad ke-20 memutuskan pemisahan Papua Timur dengan Papua Barat. Satu Pulau dua negara fakta sekarang. Keinginan memisahkan geografis Papua menurut administratif negara bukan karena permintaan rakyat Pulau ini tetapi wujud dari konspirasi internasional semata. Perebutan rempah rempat (jaman dahulu) dan ekspansi kapitalisme (terkini) satu cita cita internasionalisasi Papua.
Lobi punya lobi, kehadiran Belanda di Papua menimbulkan kekhawatiran baru. Gerakan Indonesia Merdeka pun menjadikan kasus Papua sebagai bahan politik empuk untuk menaikkan powernya di kancah internasional. Dan akhirnya, atas intervesni Amerika, Belanda harus mengalah dan mengiyakan Indonesia mengatur Papua.
Keberadaan Belanda dikhawatirkan akan menumbuhkan pola kekuasaan ekonomi yang tinggi dan menjadi ancaman serius bagi gedung putih. Maka itu, deal punya deal, jadilah Papua diterlantarkan oleh Belanda dan Indonesia mengurusnya.
1367321174996801799
Pada masa jayanya PKI di tahun 50-an, Aidit berangkat ke Cina dan memberikan hadiah burung Cenderawasih ke Mao Zendong. Beberapa tahun berselang, Soekarno pun berangkat ke Cina, ia tidak membawa burung Cenderawasih, tetapi membawa beberapa orang Papua. Kepada Mao Zendong Soekarno mekatakan jika Irian (Papua) berhasil di aneksasi maka ia akan memberikan OTONOMI penuh kepada Irian Barat. Sebagai hadiah pada orang Papua, Mao Zendong memberikan bukunya dan menandatangani buku tersebut. Ditahun 1958, Soekarno menerbitkan Undang-Undang Otonom bagi Irian Barat, dan di perkuat dengan beberapa peraturan. Selain UU, Soekarno juga menerbitkan beberapa peraturan untuk pembangunan pabrik di Irian Barat. (Gambar Koleksi)
Integrasi
Integrasi di catat secara defacto, penguasaan Papua secara politis disaat itu. Sedangkan secara yuridis hukum, baru pada tahun 1969 melalui PEPERA yang menghasilkan resolusi PBB yang menyatakan Papua bagian dari NRI. Hasil voting pakai cara perwakilan di ikuti 1025 orang Papua. Toh kemudian saat ini masih di perdebatkan, sampai kapan duduk persoala aturan yang diterapkan PBB disaat itu. Satu orang satu suara yan seharusnya berlaku di Papua, konon dengan alasan geografis, mekanisme perwakilan di sepakati pada proses refrendum dunia kala itu.
Alun alun Utara Yogyakarta jadi saksi bisu. Walaupun halaman bersejarah tersebut hanya nampak pohon beringin saja, tak ada patung atau tulisan “disinilah Papua di integrasikan”. Latar luas lapangan depan rumah Sri Sultan itu justru dijadikan tempat santai, nongkrong bahkan jualan pedangang kali lima dan pasar skatenan.
Integrasi dimaksudkan untuk membebaskan Papua dari genggaman Belanda atas deal ekonomi semata Sukarno dengan Amerika dalam urusan ekonomi, yaitu adanya lirikan Amerika pada laporan penemuan bijih tambang di Timika. Jadi pembebasan Papua disaat itu yang kini dikenal dengan integrasi lebih pada mengusir koloni Belanda agar tidak menancapkan ekopol. Kesepakan tersebut justru balik menjadi ancaman bagi Amerika pasca nasionalisasi aset asing oleh Sukarno, hancurlah ide ide pembebasan Papua pasca 1965/tragedi PKI. Jadilah “Papua Menjadi Negri Yang Pembebasannya Terlunta lunta”.
Masa Depan Papua
Apalagi yang kurang. Otsus sudah diberikan dan sebelas tahun Undang Undang ini berlaku. Toh, aturan daerah PERDASI/PERDASUS belum ada hingga sekarang. Padahal, otsus dijalankan dengan adanya peraturan daerah khusus. Apa yang terjadi? Papua dibuat compang camping. Ada banyak produk hukum mengalir disini, toh, berlalu begitu saja. Semangat memajukan Papua sudah di gebrakkan oleh Jenderal Sudirman di masa REPELITA era Orba, sekarang dilanjutkan dengan era reformasi dan otsus pula.
Tak hanya aturan kekususan Papua. Jargon pemerintah Indonesia untuk memberi fasilitas kepada pemodal asing turut mewarnai permasalahan wilayah paling timur ketatanegaraan. Kehadiran asing untuk Papua tak saja sebelah mata untuk mengeruk kekayaan, asing juga kini memberi ruang yang begitu luas kepada perjuangan Papua memisahkan diri dari NKRI.
Entah kapan dan waktunya untuk membuktikan plebilisit Bumi Papua dalam kerangka aneksasi seumur hidup ataukah problem integrasi menjustifikasi tindakan tindakan brutal yang mengarah pada penghempitan hak asasi orang Papua.
Pergolakan Papua patut di akhiri demi memenuhi rasa nyaman demi menata masa depan Papua. Kelompok kelompok baik yang memihak pada rakyat maupun independen harus jelas dan terang benderang mendorong proses damai. Jawaban perseteruan sampai sekarang telah digantung pada pemerintahan sekarang untuk mau memulai proses progresif mencapai penyelesaian Papua. Maka itulah, 1 Mei tahun 2013 pintu perundingan RI-Papua?
1367321866263395300
Walikota Oxford, Moh Niaz Abbasi, didampingi kordinator Free West Papua Campaign (FWPC), Benny Wenda, anggota Parlemen Inggris, Andrew Smith, dan mantan Walikota Oxford, Elise Benjamin, secara resmi membuka kantor perwakilan Papua Merdeka di Inggris, Minggu (28/4/2013). (FOTO: FREEWESTPAPUA.ORG)

 http://sejarah.kompasiana.com/2013/04/30/aneksasi-vs-integrasi-papua-556190.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar